Sabtu, 01 November 2008

Penelitian Rumput Padang Golf

Oleh: Budi Tjahjono

Golf merupakan permainan unik yang memerlukan banyak keahlian. Barangkali tidak ada cabang olah raga selain golf yang memerlukan lapangan dengan perawatan yang sangat intensif. Para arsitek atau desainer mengeluarkan keahlian dan rasa seninya merancang 18 hole padang golf yang menawan dan menantang. Para pemain memusatkan daya konsentrasi, mengontrol emosi dan mengkoordinasikan ototnya untuk menghasilkan ayunan tongkat golf yang baik dan indah. Namun semua yang telah disediakan oleh Yang Maha Pencipta, dirancang oleh arsitek dan dilakukan oleh pemain, hanya sedikit berarti jika padang golfnya tidak dirawat dengan semestinya.

Salah satu misi rubrik GREEN ini adalah untuk meningkatkan apresiasi pemain dan pihak-pihak lain yang terkait dengan olah raga golf terhadap salah satu aspek golf yaitu pemeliharaan lapangan. Aspek pemeliharaan tidak terlepas dari usaha-usaha penelitian yang meliputi banyak segi, antara lain segi pemuliaan rumput yang sesuai, segi pemupukan yang tepat, pengelolaan hama penyakit dll. Tujuan usaha-usaha ini antara lain untuk meningkatkan mutu teknis dan estetika disamping menurunkan biaya produksi dan pemeliharaan rumput.


Era Pemeliharaan Padang Golf
Suatu titik awal sejarah pemeliharaan padang golf dimulai pada tahun 1754 ketika para pemain golf setuju membayar perawatan “The Old Course” di St Andrews (kini menjadi The Royal and Ancient Golf Club). Kemudian dikenal adanya greenkeeper. Pada mulanya istilah “green” merujuk pada keseluruhan padang golf, tidak hanya pada putting green sebagaimana pengertian sekarang. Para golf profesional jaman dahulu tidak jarang menjadi greenkeeper, misalnya Tom Morris, juara empat kali di British Open, menjadi greenkeeper di St Andrews selama hampir 40 tahun sejak 1865. Salah satu aturan dalam program pemeliharaan yang dibuatnya adalah “Nay Sunday Play, The golf course need a rest even if the golfers don’t”. Aturan ini banyak diikuti oleh para greenkeeper diseluruh dunia sampai saat ini.

Sebelum abad XX, “seni” budidaya rumput golf dikembangkan melalui usaha coba-coba. Pada mulanya digunakan pupuk yang tidak diproses, bubur bordo untuk pengendalian penyakit, larutan nikotin untuk membunuh hama, dan pisau untuk memberantas gulma. Ketinggian rumput dikendalikan dengan menggembalakan sapi, domba atau kelinci kemudian dengan sabit besar. Baru pada tahun 1830, Edwin Budding dari Inggris menciptakan mesin mekanis untuk memangkas.

Usaha Penelitian
Dengan semakin meningkatnya jumlah padang golf seiring dengan bertambahnya pemain dan tuntutan kualitas, maka usaha penelitian tehadap segala aspek yang terkait dengan pengelolaan rumput padang golf mulai dianggap penting. Suatu laporan pertama tentang penelitian pada rumput ditulis oleh seorang ahli botani Dr. B.J. Beal dari Balai Penelitian Pertanian Michigan. Dr Olcott sejak tahun 1836 telah mengkoleksi rumput-rumput dari berbagai penjuru dunia. Suatu saat koleksi rumput yang ditanamnya telah mencapai 500 jenis. Kemudian pada tahun 1904, Dr. F.W. Taylor seorang pegolf yang antusias membeli rumput yang terbaik dari koleksi Dr. Olcott, dan kemudian melakukan penelitian yang luas dengan benih, pemupukan dan drainase. Taylor memformulasikan rekomendasi pertama tentang konstruksi putting green dan mempublikasikan banyak artikel tentang budidaya rumput, termasuk identifikasi penyakit bercak coklat pada rumput dalam tahun 1914.

Salah satu masalah utama dalam tahun 1920-an di AS adalah meluasnya kerusakan rumput akibat penyakit. Dr. John Monteith, seorang ahli penyakit tanaman di Departemen Pertanian AS, diminta oleh Asosiasi Golf AS (USGA) untuk menangani masalah ini. Ia berhasil menciptakan fungisida pertama untuk padang golf. Kemudian ia juga mengarahkan penelitian dalam bidang pemupukan, jenis-jenis tanah, pengendalian gulma dan seleksi rumput.
Balai penelitian rumput yang pertama di dunia didirikan pada tahun 1929 di Yorkshire, Inggris. Di New Zealand dan Australia penelitian rumput mulai dilakukan pada tahun 1932.

Menyadari pentingnya hubungan antara kondisi lapangan permainan yang baik untuk mengembangkan ketrampilan dan kenikmatan bermain golf, USGA menunjang penerbitan buku yang berjudul Turf for Golf Courses. Buku yang dikarang oleh Dr. Piper dan Oakley (1917) ini membahas antara lain tentang masalah tanah, pupuk, adaptasi jenis rumput, budidaya, pengendalian organisme pengganggu dan peralatan mesin dalam pengelolaan rumput padang golf. Dengan adanya akumulasi pengetahuan baru dari hasil-hasil penelitian, USGA kemudian mempublikasikan karya Prof. B. Musse yang berjudul Turf Management pada tahun 1950. Kemudian terbit pula banyak buku text mengenai turfgrass, misalnya Turfgrass: Science And Culture (Beard, J.B. 1973) dan Turf Management for Golf Courses (Beard, J.B. 1983).


Green Section
Suatu badan penasehat masalah rumput untuk pertama kalinya dibentuk pada tahun 1920. Badan ini adalah Green Section yang berada dibawah Asosiasi Golf Amerika Serikat. Pembentukan green section ini dipacu oleh kurangnya publikasi tentang konsep dasar pemeliharaan padang golf. Informasi semacam ini sangat diperlukan oleh para green keeper untuk dijadikan pedoman dalam menyiapkan kondisi lapangan agar dapat mendukung penyelenggaraan turnamen akbar seperti US Open.

Green section melayani dunia golf melalui 3 jalan yaitu :

  • menerbitkan bulletin mengenai berbagai aspek pemeliharaan padang golf
  • biro jasa yang menyediakan informasi segala tentang pemeliharaan
  • seminar tahunan.
Dalam perjalanannya, green section ini memberikan kontribusi yang berarti bagi peningkatan kondisi permainan golf. Disamping memberikan jasa konsultasi bagi semua club anggota, green section juga menyediakan dana bagi penelitian rumput di beberapa universitas negeri di AS. Kini lebih dari 15 universitas negeri yang menawarkan program Turfgrass Management. Selain beberapa universitas ada sekitar 25 balai penelitian pertanian yang mempunyai staf ahli peneliti dibidang rumput. Para peneliti ini bersama dengan peneliti dari seluruh dunia setiap empat tahun mengadakan International Turfgrass Research Conference.
Banyaknya pihak yang terlibat dalam penelitian rumput ini memang mencerminkan makin diperlukannya ilmu dan teknologi dalam mengatasi masalah dalam pengelolaan padang golf dan lingkungannya. Hal ini juga mencerminkan besarnya bisnis pemeliharaan padang golf yang di AS saja mencapai nilai lebih dari $400 juota per tahun.

Asosiasi Greenkeeper
Pada tahun 1926 di AS dibentuk suatu asosiasi nasional green keeper. Tujuannya adalah untuk meningkatkan profesionalisme anggotanya melalui pendidikan yang berkesinambungan. Organisasi yang berkembang pesat ini pada tahun 1951 berganti nama menjadi Golf Course Superintendent Association of America (GCSAA). Anggotanya kini telah mencapai lebih dari 10.000 orang. Mengamati perkembangan penelitian rumput dengan kelembagaannya di luar negeri, khususnya di AS, kita di Indonesia dapat belajar banyak. Namun harus disadari bahwa kondisi di Indonesia dengan di AS cukup banyak perbedaannya, baik dari segi iklim, keragaman hayati, lingkungan fisik maupun social dan ekonomi. Oleh karena itu kita harus cukup jeli untuk memilih informasi yang sesuai dengan kondisi Indonesia. Sebagai contoh hama dan penyakit di Indonesia yang beriklim tropis banyak berbeda dengan yangada di AS yang beriklim beragam. Rumput yang diimpor dari negara-negara maju perlu diamati dengan teliti dan berkesinambungan untuk melihat adaptasinya terhadap faktor iklim, fisik dan hayati di tempat penanaman yang baru.

Contoh diatas mengindikasikan perlunya usaha-usaha penelitian tentang segala aspek pengelolaan rumput padang golf dan lingkungannya di Indonesia. Akhir-akhir ini kita menyaksikan pertumbuhan lapangan golf yang cukup pesat di Indonesia, namun nampaknya hal ini belum diimbangi dengan pertumbuhan sektor lain yang mendukung, khususnya penelitian dan pendidikan tentang manajemen rumput padang golf. Penelitian dan pendidikan di Indonesia ini penting untuk mengantisipasi peningkatan kebutuhan tenaga ahli yang mampu mengatasi problem yang mungkin timbul dalam pengelolaan rumput padang golf dan lingkungannya di masa yang akan datang.

Hal diatas tidak hanya merupakan tantangan bagi para peneliti dan lembaganya, namun juga bagi para pengusaha atau pengelola padang golf dan PGI. Kerjasama antara pihak-pihak terkait diharapkan dapat membuahkan ilmu dan teknologi yang lebih sesuai dengan kondisi dan kebutuhan kita di Indonesia. Semoga!.

Tidak ada komentar: